Kelangkaan
Kelangkaan atau scarcity adalah keadaan timpang antara kebutuhan manusia yang tidak
terbatas, dihadapkan pada sarana ekonomi yang terbatas. Kelangkaan (scarcity) ada karena orang ingin
memiliki lebih banyak barang dan jasa yang diproduksi dari sumberdaya yang
tersedia.
Hal-hal
yang menyebabkan timbulnya kelangkaan antara lain:
1. Terbatasnya
persediaan sumber daya alam
2. Terbatasnya
kemampuan manusia untuk mengolah
3. Keserakahan
manusia, yang mengakibatkan berkurang dan cepat rusaknya barang-barang yang
dapat dimanfaatkan sebagai benda pemuas kebutuhan.
4. Meningkatnya
kebutuhan manusia yang lebih cepat dari kemampuanmanusia untuk menghasilkan
atau menemukan sumber-sumber baru.
Cara
mengatasi kelangkaan:
1. Menghemat penggunaan sumber daya
alam
2. Memelihara dan melestarikan sumber
daya alam dengan baik
3. Menciptakan alat pemuas/barang
pengganti (barang substitusi)
4. Meningkatkan pengelolaan berbagai
macam sumber daya alam, sehingga lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia
Terbatasnya
sumber ekonomi membuat manusia melakukan segala usaha bahkan jika perlu dengan
pengorbanan tertentu misalnya menghabiskan dana, tenaga, dan pikiran yang tidak
sedikit, agar bisa memenuhi kebutuhan hidup.
Adapun penyebab
kelangkaan sumber ekonomi itu, antara lain, kelangkaan sumber alam, tenaga
kerja, serta modal dan teknologi.
USAHA - USAHA UNTUK MENGATASI KELANGKAAN
1. Pemanfaatan Sumber Daya secara Efektif
dan Efisien
Hendaknya kita memanfaatkan sumber daya secara efisien dan efektif serta menggali yang belum dimanfaatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan lima cara, yakni:
1.
Mengubah
bentuk benda untuk meningkatkan nilai hasil. Misalnya tebu diubah menjadi gula,
rotan diubah menjadi perabot rumah tangga, dan sebagainya.
2.
Mengkombinasikan
kegunaan benda, misalnya coklat yang dicampur gula dan susu.
3.
Memperbaiki barang
yang rusak, misalnya mengelem buku yang rusak jilidannya dan sebagainya.
4.
Mendaur ulang
barang bekas untuk dijadikan barang yang bernilai guna. Misalnya botol kemasan
air mineral diubah menjadi kap lampu atau hiasan dinding, dan sebagainya.
5.
Mengadakan tebang
pilih dalam pemanfaatan hasil hutan dan mengadakan reboisasi. Misalnya hanya
menebang pohon dengan diameter tertentu.
2. Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Keterbatasan kemampuan yang dimiliki manusia dapat diatasi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Proses alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang hanya dapat terjadi melalui proses pendidikan dan pelatihan ini yang antara lain dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengikuti pendidikan formal
b. Mengikuti kursus-kursus keterampilan
c. Mengikuti program magang
3. Mengelola dan Mendayagunakan Sumber Modal dengan Tepat Guna
Modal merupakan bentuk sumber daya yang sangat menentukan dalam proses produksi. Modal dapat berupa uang ataupun sarana, mesin-mesin produksi. Namun, jika pengelolaannya tidak tepat, modal akan habis percuma. Kebangkrutan suatu usaha merupakan salah satu contoh konkret ketidakmampuan mengelola sumber daya modal yang ada.
Mengemudikan kendaraan yang seluruh instrument-nya bekerja
secara normal adalah hal yang wajar, kita bisa bermanuver ke kanan ke kiri,
tancap gas dan kurangi kecepatan lagi, begitu dinamisnya. Namun lain halnya
dengan mengemudikan kendaraan yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan, misal
rem blong, atau terjebak lumpur licin, mungkin kita coba cara-cara yang dalam
keadaan normal bisa segera dikendalikan tetapi dalam keadaan yang tidak normal
ada saja yang tidak bisa bekerja seperti yang kita harapkan sehingga harus ada
akal untuk meminimalkan resiko atas tidak terkendalinya kendaraan ini.
Keadaan ekonomi global sekarang ini bisa digambarkan seperti
kendaraan yang sudah tidak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh pengemudinya.
Kondisi ekonomi beberapa negara maju yang kita bisa jadikan sebagai acuan
pergerakan ekonomi global menunjukan indikasi ini secara jelas.
Amerika Serikat
Amerika Serikat sebagai negara dengan GDP
USD 15.094 milyar, terbesar di dunia, menyadari bahwa mesinnya batuk-batuk dan
cenderung akan mogok, maka berbagai upaya bongkar pasang instrumen dilakukan
agar bisa kembali tancap gas. Debt to GDP ratio negara raksasa ini juga sudah
mencapai 101.6%, bila diilustrasikan sebuah pabrik, maka hutangnya sebesar
hasil produksi pabrik tersebut selama setahun.
Instrumen moneter dikutak-katik untuk
menambah oktan bahan bakar, dengan beberapa kali menurunkan suku bunga supaya
agar iklim investasi terdorong, dimana pemotongan suku bunga acuan sebesar 325
bps dalam periode Januari hingga Desember 2008 yaitu dari 3.5% di bulan Januari
hingga 0.25% di bulan Desember. Selanjutnya mengupayakan lagi dengan mengganti
system pembakaran, dengan system ini dipastikan bahwa guyuran bahan bakar bisa
lebih besar dan tidak akan kurang, maka diluncurkan QE1 November 2008 – Maret
2010, USD 1.425 triliun disuntikkan ke ekonomi AS, USD 1.25 triliun dalam
bentuk sekuritas (mortgage-backed securities), instrumen sekuritas yang terkait
Sub Prime Loan, lalu USD 175 miliar dalam bentuk obligasi lembaga (lembaga yang
disponsori pemerintah), QE2: November 2010 – Juni 2011, USD 600 miliar
digelontorkan untuk membeli sekuritas milik pemerintah AS, Total QE USD 2.025
triliun, QE3 dan QE4 September 2012, masih berjalan, Fed membeli
mortgage-backed securities sebesar USD 40 miliar per bulan, mulai Januari 2013,
pembelian ini dinaikkan USD 45 miliar per bulan untuk membeli sekuritas jangka
panjang pemerintah sehingga total USD 85 miliar per bulan.
Namun setiap kali diguyur bahan bakar berupa
likuiditas, maka gas bisa mengencang sesaat lalu melambat lagi, kemudian mulai
dicoba mencari jalan keluar lain, dicarilah bagian-bagian kendaraan yang
kontribusi kurang malah memperberat beban, mulailah dicopot-copot dan dibuang,
AC dimatikan, Ban serep dibuang, bemper dicopot supaya ringan walau kenyamanan
dan keamanan sudah menjadi minim, AS mulai menerapkan kebijakan fiscal yang
pada intinya bukan lagi mengurangi pengeluaran, bahkan sudah pada batas memotong
anggaran yang ada, hingga dikawatirkan ekonomi bisa roboh karena pmotongan yang
berlebih (Fiscal Cliff).
Negara Eropa
Negara-negara Eropa berbeda lagi suasananya,
mereka semula berkendaraan bersama-sama beriring-iringan supaya aman dan bisa
saling tolong menolong, tentunya ini sudah menjadi kesepakatan yang dijunjung
bersama. Namun di tengah perjalanan setelah melalui medan yang sulit, beberapa
negara mulai kehabisan bahan bakar, seharusnya sudah mogok, namun karena
perjalanan dengan banyak teman, maka teman yang lain dengan setia menyumbangkan
bensinnya, tentu dengan hitungan sebagai teman.
Ternyata kondisi tidak lebih baik, makin
lama makin banyak yang kehabisan bensin, maka disepakati harus irit bahan bahan
bakar dengan Austerity Policy, hasilnya bukannya perjalanan lebih pasti malah
mesin mulai rusak. Instrumen moneter sudah tidak bisa lagi diterapkan, suku
bunga sudah hampir menempel ke angka nol tetap juga tidak berpengauh, fiscal
policy sudah mulai menjerat leher, bukan lagi irit tapi sudah bisa menggiring
pada kematian. Teman yang menolong sudah mulai marah dan mengancam tidak mau
menolong lagi, karena berapapun bantuan tambahan bensin hanyut begitu saja dan
keadaan tidak lebih baik.
Jepang
Jepang beda lagi ceritanya, sebelumnya dia membuat sirik orang karena kendaraannya selalu kinclong dan bisa ngebut dimana-dimana, namun kali ini kondisi global membuat laju kendaraannya terjebak lumpur licin, bahkan mendapat celaka Tsunami sehingga sempat penyok dan beberapa bagian rusak. Perjalanan harus terus dilanjutkan sambil membenahi beberapa yang rusak, mau minta tolong sangatlah tidak mudah, karena sebelumnya kendaraannya memang lebih bagus dari yang lain, bahkan yang ada justru jalurnya telah mulai diserobot oleh kompetitor. Produk-produk unggulan Jepang seperti halnya perangkat elektronik, tidak lagi kompetitif bukan karena persaingan tehnologi-nya tetapi nilai tukar Yen yang tidak kompetitif membuat market share-nya digerogoti oleh negara-negara pesaing yang memang dari dulunya agak sirik dengan penguasaan pasar oleh Jepang, seperti Korea Selatan dan China. Bukan hanya itu, kondisi masih diperburuk lagi dengan masalah geopolitik dengan negara tetangga, ribut dengan China karena berebut pulau Senkaku, ancaman rudal nuklir dari Korea Utara bisa menjadi potensi guncangan ekonomi yang penyebabnya non ekonomi.
Jepang beda lagi ceritanya, sebelumnya dia membuat sirik orang karena kendaraannya selalu kinclong dan bisa ngebut dimana-dimana, namun kali ini kondisi global membuat laju kendaraannya terjebak lumpur licin, bahkan mendapat celaka Tsunami sehingga sempat penyok dan beberapa bagian rusak. Perjalanan harus terus dilanjutkan sambil membenahi beberapa yang rusak, mau minta tolong sangatlah tidak mudah, karena sebelumnya kendaraannya memang lebih bagus dari yang lain, bahkan yang ada justru jalurnya telah mulai diserobot oleh kompetitor. Produk-produk unggulan Jepang seperti halnya perangkat elektronik, tidak lagi kompetitif bukan karena persaingan tehnologi-nya tetapi nilai tukar Yen yang tidak kompetitif membuat market share-nya digerogoti oleh negara-negara pesaing yang memang dari dulunya agak sirik dengan penguasaan pasar oleh Jepang, seperti Korea Selatan dan China. Bukan hanya itu, kondisi masih diperburuk lagi dengan masalah geopolitik dengan negara tetangga, ribut dengan China karena berebut pulau Senkaku, ancaman rudal nuklir dari Korea Utara bisa menjadi potensi guncangan ekonomi yang penyebabnya non ekonomi.
Cyprus
Cyprus bailout yang sekarang ini menjadi topik banyak pembicaraan para pelaku bisnis merupakan gambaran kompleksitas dan saling berkaitan kesulitan ekonomi secara global. Negara yang selama ini menjadi tax heaven, ketika mulai batuk-batuk hampir mogok, bukan saja dia sendiri yang panik, namun orang lain ikut panik semua.
Cyprus bailout yang sekarang ini menjadi topik banyak pembicaraan para pelaku bisnis merupakan gambaran kompleksitas dan saling berkaitan kesulitan ekonomi secara global. Negara yang selama ini menjadi tax heaven, ketika mulai batuk-batuk hampir mogok, bukan saja dia sendiri yang panik, namun orang lain ikut panik semua.
Mengapa ikut panik, karena Cyprus
sudah sadar bahwa instrumen moneter sudah tidak jalan, instrumen fiscal juga
sudah pasti tidak memberi dukungan, austerity policy yang dilakukan di negara
lain memberi bukti bukan tambah baik malah tambah rusuh, jadi apalagi yang bisa
dilakukan, maka dibuatlah proposal pemungutan pajak deposito, yang secara
normal dilakukan adalah dikenakan pajak bunga sebagai pajak penghasilan bagi
penerima pendapatan bunga, namun kali ini yang dikenakan adalah pajak terhadap
saldo deposito, dengan kata lain adalah pemotongan paksa dana yang disimpan
para deposan. Berikut proses kebijakan fiskal dalam rangka menyelamatkan
ekonomi Cyprus,
Proposal awal:
Pemajakan sebesar 6.75% untuk
deposito 20,000-100,000 euro
Pemajakan sebesar 9.9% untuk deposito >100,000 euro.
Proposal awal ini dibatalkan sebab dirasa penting untuk melindungi deposito dalam jumlah kecil. Karena itu akhirnya proposal yang diajukan ke parlemen adalah pemajakan sebesar 15.6% untuk deposito berjumlah >100,000 euro. Parlemen Siprus menolak opsi ini.
Pemajakan sebesar 9.9% untuk deposito >100,000 euro.
Proposal awal ini dibatalkan sebab dirasa penting untuk melindungi deposito dalam jumlah kecil. Karena itu akhirnya proposal yang diajukan ke parlemen adalah pemajakan sebesar 15.6% untuk deposito berjumlah >100,000 euro. Parlemen Siprus menolak opsi ini.
Akhirnya dicapai kesepakatan sebagai berikut:
Cyprus Popular Bank yang 84 persen
sahamnya dimiliki oleh pemerintah akan ditutup. Nasabah yang akan kehilangan
dananya adalah pemegang deposito dan obligasi yang tidak diasuransikan,
termasuk juga kreditur senior. Pemegang obligasi senior juga akan berkontribusi
terhadap rekapitalisasi Bank of Cyprus.
Kesepakatan bailout dengan para
pemimpin Eropa pada awal minggu ini akhirnya terjadi, sehingga Cyprus dapat
terhindar dari kebangkrutan. Uni Eropa dan IMF setuju memberikan dana talangan
sekitar 10 miliar Euro atau 13 miliar USD, dengan salah
satu syaratnya adalah pemerintah Cyprus harus melikuidasi Cyprus Popular Bank
Plc, bank terbesar ke-2 di
Cyprus.
Mengapa Negara Eropa tergoda untuk memaksakan kebijakan ini ? demi mengamankan pinjaman ke Cyprus sebesar 10 miliar Euro ini maka perlu sumber pembayaran melalui penerapan pajak deposito. Selama ini Cyprus sebagai negara tax heaven, dana mengalir dari seluruh penjuru dunia memanfaatkan fasilitas bebas pajak sebagai pelarian dana untuk transaksi-transaksi yang menghindar pajak, mayoritas dana individual dan perusahaan dari Rusia yang diparkir di Cyprus, diduga bisa mencapai 70 miliar euro deposito yang diinvestasikan oleh perbankan Cyprus, dengan porsi eksposure seperti gambar di bawah ini (data dari WSJ).
Mengapa Negara Eropa tergoda untuk memaksakan kebijakan ini ? demi mengamankan pinjaman ke Cyprus sebesar 10 miliar Euro ini maka perlu sumber pembayaran melalui penerapan pajak deposito. Selama ini Cyprus sebagai negara tax heaven, dana mengalir dari seluruh penjuru dunia memanfaatkan fasilitas bebas pajak sebagai pelarian dana untuk transaksi-transaksi yang menghindar pajak, mayoritas dana individual dan perusahaan dari Rusia yang diparkir di Cyprus, diduga bisa mencapai 70 miliar euro deposito yang diinvestasikan oleh perbankan Cyprus, dengan porsi eksposure seperti gambar di bawah ini (data dari WSJ).
Rencana kebijakan pajak “merampok
deposan” ini diharapkan langsung menyelesaikan permasalahan kekurangan
likuiditas negaranya. Namun dampak dari policy ini membuat kepanikan dari para
pemilik dana yang notabene para pemilik dana “siluman” tersebar di seluruh
dunia, sehingga goncanglah bursa dan perdagangan akibat rencana tersebut.
Syukurlah Parlemen Cyprus menentang
rencana itu sehingga rencana ini batal, namun pelajaran yang bisa kita lihat
bahwa kesulian ekonomi global kali ini memberi gambaran bahwa para pengemudi
sudah kehabisan intrumen untuk mengendalikan kendaraannya agar terus bisa
melaju.
Kesempatan Yang Sempit
Dalam sebuah perlombaan balap mobil,
sekalipun banyak terjadi benturan dan kecelakaan tetap saja ada yang keluar
sebagai juara. Sang juara bisa jadi memang sejak start memimpin pertandingan,
tetapi bisa juga karena yang mereka yang berusaha memperoleh posisi pertama
justru saling bertabrakan sehingga yang di belakang justru terhindar dari
kecelakaan.
Sekarang kita lihat, negara mana yang masih mempunya andalan
sehingga instrument ekonominya masih bisa dioptimalkan untuk memacu laju
ekonominya.
Amerika Serikat yang selama ini menguasai tehnologi juga memiliki kekayaan sumber daya alam, diprediksi akan berusaha kembali memimpin melalui perpaduan kekuatan tehnologi dan sumber alamnya untuk memanfaatkan cadangan gas bumi dan energy alternative non minyak untuk mendobrak ekonominya supaya tidak tergantung dengan import minyak yang sangat memberatkan beban ekonomi AS.
Amerika Serikat yang selama ini menguasai tehnologi juga memiliki kekayaan sumber daya alam, diprediksi akan berusaha kembali memimpin melalui perpaduan kekuatan tehnologi dan sumber alamnya untuk memanfaatkan cadangan gas bumi dan energy alternative non minyak untuk mendobrak ekonominya supaya tidak tergantung dengan import minyak yang sangat memberatkan beban ekonomi AS.
Jerman, yang juga piawai di bidang
tehnologi dan otomotive, sampai sekarang ditopang kuat oleh faktor ini,
sehingga kemungkinan akan keluar dari problem yang melilit negara-negara Eropa.
Negara-negara BRICS (Brazil,
Russia, India, China, South Afica) memiliki potensi sumber daya alam,
demography yang kuat untuk permintaan dalam negeri, tenaga kerja yang relative
murah, sehingga pertumbuhan ekonominya bisa melejit.
Negara-negara Asia Kuning (China, Korea, Jepang) dan
ASEAN memiliki potensi untuk melanjutkan pertumbuhan ekonominya sebagai negara
berkembang, hanya saja ketidakstabilan geopolitik sehubungan ancaman Korea
Utara bisa mengganggu masa depan ekonomi negara sekitarnya.
Indonesia, yang sekarang ini sering
dijuluki ekonomi komodo, dimana sifatnya buas, kebal dan khas Indonesia, dengan
potensi sumber alam, demography dan stabilitas politiknya, diperkirakan akan
terus memanfaatkan kesempatan gunjang-ganjing ekonomi global ini dengan mencuri
perhatian dana-dana investasi untuk terus masuk ke Indonesia yang menarik dari
sisi kekuatan ekonomi domestiknya.
Hal ini sangat dimungkinkan bila disertai dengan perbaikan
kualitas sumber daya manusia, infrastruktur dan kepastian hukum bagi para
investor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar