KELANGKAAN
Kelangkaan adalah
kondisi di mana kita tidak mempunyai cukup sumber daya untuk memuaskan semua
kebutuhan kita. Dengan singkat kata kelangkaan terjadi karena jumlah kebutuhan
lebih banyak dari jumlah barang dan jasa yang tersedia. Kelangkaan
bukan berarti segalanya sulit diperoleh atau ditemukan. Kelangkaan juga dapat
diartikan alat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan jumlahnya tidak
seimbang dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Dan pada saat ini, kelangkaan
pun masih sering terjadi di negara Indonesia ini, entah itu kelangkaan bahan
makanan, barang, ataupun bahan bakar. dan tentunya kelangkaan-kelangkaan yang
terjadi sangatlah mengganggu kesejahteraan masyarakat.
Cara mengatasi
kelangkaan:
1. Menghemat penggunaan sumber daya
alam
2. Memelihara dan melestarikan sumber
daya alam dengan baik
3. Menciptakan alat pemuas/barang
pengganti (barang substitusi)
4. Meningkatkan pengelolaan berbagai
macam sumber daya alam, sehingga lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia
Mengemudikan kendaraan yang seluruh instrument-nya bekerja
secara normal adalah hal yang wajar, kita bisa bermanuver ke kanan ke kiri,
tancap gas dan kurangi kecepatan lagi, begitu dinamisnya. Namun lain halnya
dengan mengemudikan kendaraan yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan, misal
rem blong, atau terjebak lumpur licin, mungkin kita coba cara-cara yang dalam
keadaan normal bisa segera dikendalikan tetapi dalam keadaan yang tidak normal
ada saja yang tidak bisa bekerja seperti yang kita harapkan sehingga harus ada
akal untuk meminimalkan resiko atas tidak terkendalinya kendaraan ini.
Keadaan ekonomi global sekarang ini bisa digambarkan seperti
kendaraan yang sudah tidak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh pengemudinya.
Kondisi ekonomi beberapa negara maju yang kita bisa jadikan sebagai acuan
pergerakan ekonomi global menunjukan indikasi ini secara jelas.
Amerika
Serikat
Amerika Serikat sebagai negara dengan GDP USD 15.094 milyar,
terbesar di dunia, menyadari bahwa mesinnya batuk-batuk dan cenderung akan
mogok, maka berbagai upaya bongkar pasang instrumen dilakukan agar bisa kembali
tancap gas. Debt to GDP ratio negara raksasa ini juga sudah mencapai 101.6%,
bila diilustrasikan sebuah pabrik, maka hutangnya sebesar hasil produksi pabrik
tersebut selama setahun.
Instrumen moneter dikutak-katik untuk menambah oktan bahan
bakar, dengan beberapa kali menurunkan suku bunga supaya agar iklim investasi
terdorong, dimana pemotongan suku bunga acuan sebesar 325 bps dalam periode
Januari hingga Desember 2008 yaitu dari 3.5% di bulan Januari hingga 0.25% di
bulan Desember. Selanjutnya mengupayakan lagi dengan mengganti system
pembakaran, dengan system ini dipastikan bahwa guyuran bahan bakar bisa lebih
besar dan tidak akan kurang, maka diluncurkan QE1 November 2008 – Maret 2010,
USD 1.425 triliun disuntikkan ke ekonomi AS, USD 1.25 triliun dalam bentuk
sekuritas (mortgage-backed securities), instrumen sekuritas yang terkait Sub
Prime Loan, lalu USD 175 miliar dalam bentuk obligasi lembaga (lembaga yang
disponsori pemerintah), QE2: November 2010 – Juni 2011, USD 600 miliar
digelontorkan untuk membeli sekuritas milik pemerintah AS, Total QE USD 2.025
triliun, QE3 dan QE4 September 2012, masih berjalan, Fed membeli
mortgage-backed securities sebesar USD 40 miliar per bulan, mulai Januari 2013,
pembelian ini dinaikkan USD 45 miliar per bulan untuk membeli sekuritas jangka
panjang pemerintah sehingga total USD 85 miliar per bulan.
Namun setiap kali diguyur bahan bakar berupa likuiditas, maka
gas bisa mengencang sesaat lalu melambat lagi, kemudian mulai dicoba mencari
jalan keluar lain, dicarilah bagian-bagian kendaraan yang kontribusi kurang
malah memperberat beban, mulailah dicopot-copot dan dibuang, AC dimatikan, Ban
serep dibuang, bemper dicopot supaya ringan walau kenyamanan dan keamanan sudah
menjadi minim, AS mulai menerapkan kebijakan fiscal yang pada intinya bukan
lagi mengurangi pengeluaran, bahkan sudah pada batas memotong anggaran yang
ada, hingga dikawatirkan ekonomi bisa roboh karena pmotongan yang
berlebih (Fiscal Cliff).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar