HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN
Asal kata ilmu adalah dari bahasa Arab, ‘alama. Arti dari
kata ini adalah pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia, ilmu sering disamakan
dengan sains yang berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “scio”, “scire” yang artinya
pengetahuan.
Science (dari bahasa Latin “scientia”, yang berarti
“pengetahuan” adalah aktivitas yang sistematis yang membangun dan mengatur
pengetahuan dalam bentuk penjelasan dan prediksi tentang alam semesta.
Berdasarkan Oxford Dictionary, ilmu didefinisikan sebagai aktivitas intelektual
dan praktis yang meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku dari
dunia fisik dan alam melalui pengamatan dan percobaan”.
Dalam kamus bahasa Indonesia ilmu didefinisikan sebagai
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
pengetahuan.
The Liang Gie (1987) mendefinisikan ilmu sebagai rangkaian
aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya dan
keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin
dimengerti manusia.
Lorens Bagus (1996) mengutip pendapat Arhur Thomson yang
mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap
dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sangat sederhana.
Bahm yang dikutip oleh Kunto Wibisono (1997) mendefinisikan
ilmu pengetahuan memiliki enam komponen yaitu masalah (problem), sikap
(attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclution), dan
pengaruh (effect).
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu
bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati / berlaku umum
dan diperoleh melalui serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan seperangkat
metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
SEJARAH TEORI EKONOMI
Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu
pemikiran kapitalisme
yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi
dari era Yunani
kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan
tentang transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang bersifat
"natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait
dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya
oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada
pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa
kekayaan unnatural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri
ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan.
Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang
dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya
ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen
di Abad Pertengahan.
Aristotles juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya
akan dapat memberi peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan
derma dan cinta sesama yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan
yang baik ala Aristotles.
Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering
mendapat julukan sebagai Indian Machiavelli.
Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila University dari India kuno
dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang dipimpin oleh
Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra (Ilmu
mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari Machiavelli's
The Prince. Banyak masalah yang dibahas dalam karya itu masih relevan sampai
sekarang, termasuk diskusi tentang bagaiamana konsep manajemen yang efisien dan
solid, dan juga masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu
kesejahteraan seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif
yang dapat mengikat kebersamaan masyarakat.
Tokoh pemikir Islam juga memberikan sumbangsih pada pemahaman
di bidang ekonomi. ibn Khaldun dari Tunis (1332–1406) menulis masalah teori
ekonomi dan politik dalam karyanya Prolegomena, menunjukkan bagaimana kepadatan
populasi adalah terkait dengan pembagian tenaga kerja yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi yang sebaliknya mengakibatkan pada penambahan populasi
dalam sebuah lingkaran. Dia juga memperkenalkan konsep yang biasa disebut
dengan Khaldun-Laffer Curve (keterkaitan antara tingkat pajak dan pendapatan
pajak dalam kurva berbentuk huruf U).
Perintis pemikiran barat di bidang ekonomi terkait dengan
debat scholastic theological selama Middle Ages. Masalah yang penting adalah
tentang penentuan harga barang. Penganut Katolik
dan Protestan
terlibat dalam perdebatan tentang apa itu yang disebut “harga yang adil” di
dalam ekonomi pasar. Kaum skolastik Spanyol
pada abad 16 mengatakan bahwa harga yang adil tak lain adalah harga pasar umum
dan mereka umumnya mendukung filsafat laissez faire.
Selanjutnya pada era Reformation pada 16th century, ide
tentang perdagangan bebas muncul yang kemudian diadopsi secara hukum oleh Hugo
de Groot atau Grotius. Kebijakan ekonomi di Europe selama akhir Middle Ages dan
awal Renaissance adalah memberlakukan aktivitas ekonomi sebagai barang yang
ditarik pajak untuk para bangsawan dan gereja. Pertukaran ekonomi diatur dengan
hukum feudal seperti hak untuk mengumpulkan pajak jalan begitu juga pengaturan
asosiasi pekerja (guild) dan pengaturan religious dalam masalah penyewaan.
Kebijakan ekonomi seperti itu didesain untuk mendorong perdagangan pada wilayah
tertentu. Karena pentingnya kedudukan sosial, aturan-aturan terkait kemewahan
dijalankan, pengaturan pakaian dan perumahan meliputi gaya yang diperbolehkan,
material yang digunakan dan frekuensi pembelian bagi masing-masing kelas yang
berbeda.
Niccolò Machiavelli dalam karyanya The Prince adalah penulis
pertama yang menyusun teori kebijakan ekonomi dalam bentuk nasihat. Dia
melakukannya dengan menyatakan bahwa para bangsawan dan republik harus
membatasi pengeluarannya, dan mencegah penjarahan oleh kaum yang punya maupun
oleh kaum kebanyakan. Dengan cara itu maka negara akan dilihat sebagai “murah
hati” karena tidak menjadi beban berat bagi warganya. Selama masa Early Modern
period, mercantilists hampir dapat merumuskan suatu teori ekonomi tersendiri.
Perbedaan ini tercermin dari munculnya negara bangsa di kawasan Eropa Barat
yang menekankan pada balance of payments.
Tahap
ini kerapkali disebut sebagai tahap paling awal dari perkembangan modern
capitalism yang berlangsung pada periode antara abad 16th dan 18th, kerap
disebut sebagai merchant capitalism dan mercantilism. Babakan ini terkait
dengan geographic discoveries oleh merchant overseas traders, terutama dari
England dan Low Countries; European colonization of the Americas; dan
pertumbuhan yang cepat dari perdagangan luar negeri. Hal ini memunculkan kelas
bourgeoisie dan menenggelamkan feudal system yang sebelumnya.
Merkantilisme adalah sebuah sistem perdagangan
untuk profit, meskipun produksi masih dikerjakan dengan non-capitalist
production methods. Karl Polanyi berpendapat bahwa capitalism belum muncul
sampai berdirinya free trade di Britain pada 1830s.
Di
bawah merkantilisme, European merchants, diperkuat oleh sistem kontrol dari
negara, subsidies, and monopolies, menghasilkan kebanyakan profits dari
jual-beli bermacam barang. Dibawah mercantilism, guilds adalah pengatur utama
dari ekonomi. Dalam kalimat Francis Bacon, tujuan dari mercantilism
adalah :
"the opening and well-balancing of trade; the cherishing
of manufacturers; the banishing of idleness; the repressing of waste and excess
by sumptuary laws; the improvement and husbanding of the soil; the regulation
of prices…"
Di antara berbagai mercantilist theory salah satunya adalah
bullionism, doktrin yang menekankan pada pentingnya akumulasi precious metals.
Mercantilists berpendapat bahwa negara seharusnya mengekspor barang lebih
banyak dibandingkan jumlah yang diimport sehingga luar negeri akan membayar
selisihnya dalam bentuk precious metals. Mercantilists juga berpendapat bahwa
bahan mentah yang tidak dapat ditambang dari dalam negeri maka harus diimport,
dan mempromosikan subsidi, seperti penjaminan monopoli protective tariffs,
untuk meningkatkan produksi dalam negeri dari manufactured goods.
Para perintis mercantilism menekankan pentingnya kekuatan
negara dan penaklukan luar negeri sebagai kebijakan utama dari economic policy.
Jika sebuah negara tidak mempunyai supply dari bahan mentahnnya maka mereka
harus mendapatkan koloni darimana mereka dapat mengambil bahan mentah yang
dibutuhkan. Koloni berperan bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tapi juga
sebagai pasar bagi barang jadi. Agar tidak terjadi suatu kompetisi maka koloni
harus dicegah untuk melaksanakan produksi dan berdagang dengan pihak asing
lainnya.
Selama the Enlightenment, physiocrats Perancis adalah yang
pertama kali memahami ekonomi berdiri sendiri. Salah satu tokoh yang terpenting
adalah Francois Quesnay. Diagram ciptaannya yang terkenal, tableau economique,
oleh kawan-kawannya dianggap sebagai salah satu temuan ekonomi terbesar setelah
tulisan dan uang. Diagram zig-zag ini dipuji sebagai rintisan awal bagi
pengembangan banyak tabel dalam ekonomi modern, ekonometrik, multiplier Keynes,
analisis input-output, diagram aliran sirkular dan model keseimbangan umum
Walras.
Tokoh
lain dalam periode ini adalah Richard Cantillon, Jaques Turgot, dan Etienne
Bonnot de Condillac. Richard Cantillon
(1680-1734) oleh beberapa sejarawan ekonomi dianggap sebagai bapak ekonomi yang
sebenarnya. Bukunya Essay on the Naturof Commerce ini General (1755, terbit
setelah dia wafat) menekankan pada mekanisme otomatis dalam pasar yakni
penawaran dan permintaan, peran vital dari kewirausahaan, dan analisis inflasi
moneter “pra-Austrian” yang canggih yakni tentang bagaimana inflasi bukan hanya
menaikkan harga tetapi juga mengubah pola pengeluaran.
Jaques Turgot (1727-81)
adalah pendukung laissez faire, pernah menjadi menteri keuangan dalam
pemerintahan Louis XVI dan membubarkan serikat kerja (guild), menghapus semua
larangan perdagangan gandum dan mempertahankan anggaran berimbang. Dia terkenal
dekat dengan raja meskipun akhirnya dipecat pada 1776. Karyanya Reflection on the
Formation and Distribution of Wealth menunjukkan pemahaman yang mendalam
tentang perekonomian. Sebagai seorang physiocrats, Turgot membela pertanian
sebagai sektor paling produktif dalam ekonomi. Karyanya yang terang ini
memberikan pemahaman yang baik tentang preferensi waktu, kapital dan suku
bunga, dan peran enterpreneur-kapitalis dalam ekonomi kompetetitif.
Etienne Bonnot de Condillac (1714-80) adalah orang yang
membela Turgot di saat-saat sulit tahun 1775 ketika dia menghadapi kerusuhan
pangan saat menjabat sebagai menteri keuangan. Codillac juga merupakan seorang
pendukung perdagangan bebas. Karyanya Commerce and Government (terbit sebulan
sebelum The Wealth of Nation, 1776) mencakup gagasan ekonomi yang sangat maju.
Dia mengakui manufaktur sebagai sektor produktif, perdagangan sebagai
representasi nilai yang tak seimbang dimana kedua belah pihak bisa mendapat
keuntungan, dan mengakui bahwa harga ditentukan oelh nilai guna, bukan nilai
kerja.
Tokoh lainnya, Anders Chydenius
(1729–1803) menulis buku The National Gain pada 1765 yang menerangkan ide
tentang kemerdekaan dalam perdagangan dan industri dan menyelidiki hubungan
antara ekonomi dan masyarakat dan meletakkan dasar liberalism, sebelas tahun
sebelum Adam Smith menulis hal yang sama namun lebih komprehensif dalamThe
Wealth of Nations. Menurut Chydenius, democracy, kesetaraan dan penghormatan
pada hak asasi manusia adalah jalan satu-satunya untuk kemajuan dan kebahagiaan
bagi seluruh anggota masyarakat.
Mercantilism mulai menurun di Great Britain pada pertengahan
18th, ketika sekelompok economic theorists, dipimpin oleh Adam Smith, menantang
dasar-dasar mercantilist doctrines yang berkeyakinan bahwa jumlah keseluruhan
dari kekayaan dunia ini adalah tetap sehingga suatu negara hanya dapat
meningkatkan kekayaannya dari pengeluaran negara lainnya. Meskipun begitu, di
negara-negara yang baru berkembang seperti Prussia dan Russia, dengan
pertumbuhan manufacturing yang masih baru, mercantilism masih berlanjut sebagai
paham utama meskipun negara-negara lain sudah beralih ke paham yang lebih baru.
Pemikiran
ekonomi modern biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith's The
Wealth of Nations, pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga
memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith
adalah kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan
kemungkinan terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu akan
mendorong setiap orang untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya
sehingga akan menghasilkan nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith's
thesis berkeyakinan bahwa sebuah sistem besar akan mengatur dirinya sendiri
dengan menjalankan aktivits-aktivitas masing-masing bagiannya sendiri-sendiri
tanpa harus mendapatkan arahan tertentu. Hal ini yang biasa disebut sebagai
"invisible hand" dan masih menjadi pusat gagasan dari ekonomi pasar
dan capitalism itu sendiri.
Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics
dengan kontributor utama John Stuart Mill and David Ricardo.
John Stuart Mill, pada awal hingga pertengahan abad 19th, berfokus pada
"wealth" yang didefinisikannya secara khusus dalam kaitannya dengan
nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut dengan price.
Pertengahan abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial
capitalism, memberi kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase
perdagangan dan investasi pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism,
yang dicatat oleh Marx mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai
perkembangan dari the factory system of manufacturing, dengan ciri utama
complex division of labor dan routinization of work tasks; dan akhirnya
memantapkan dominasi global dari capitalist mode of production.
Hasil dari proses tersebut adalah Industrial Revolution,
dimana industrialist menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist
system dan mengakibatkan penurunan traditional handicraft skills dari
artisans, guilds, dan journeymen. Juga selam masa ini, capitalism menandai
perubahan hubungan antara British landowning gentry dan peasants, meningkatkan
produksi dari cash crops untuk pasar lebih daripada yang digunakan untuk feudal
manor. Surplus ini dihasilkan dengan peningkatan commercial agriculture
sehingga mendorong peningkatan mechanization of agriculture.
Peningakatan industrial capitalism juga terkait dengan
penurunan mercantilism. Pertengahan hingga akhir abad sembilan belas Britain
dianggap sebagai contoh klasik dari laissez-faire capitalism. Laissez-faire
mendapatkan momentum oleh mercantilism di Britain pada 1840s dengan persetujuan
Corn Laws dan Navigation Acts. Sejalan dengan ajaran classical political
economists, dipimpin oleh Adam Smith dan David Ricardo, Britain memunculkan
liberalism, mendorong kompetisi dan perkembangan market economy.
Pada
abad 19th, Karl Marx
menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi sosial dari sumber
daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialism dan egalitarianism,
dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika yang diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk
menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak dianut oleh mereka yang mengkritik
ekonomi pasar selama abad 19th dan 20th. Ekonomi Marxist berlandaskan pada
labor theory of value yang dasarnya ditanamkan oleh classical economists
(termasuk Adam Smith)
dan kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran Marxist beranggapan bahwa capitalism
adalah berlandaskan pada exploitation kelas pekerja: pendapatan yang diterima
mereka selalu lebih rendah dari nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan selisih
itu diambil oleh capitalist dalam bentuk profit.
Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala
besar berada di tangan financiers. Masa ini biasa disebut sebagai "finance
capitalism," dicirikan dengan subordination proses produksi ke dalam
accumulation of money profits dalam financial system. Penampakan utama capitalism
pada masa ini mencakup establishment of huge industrial cartels atau
monopolies; kepemilikan dan management dari industry oleh financiers berpisah
dari production process; dan pertumbuhan dari complex system banking, sebuah
equity market, dan corporate memegang capital melalui kepemilikan stock. Tampak
meningkat juga industri besar dan tanah menjadi subject of profit dan loss oleh
financial speculators. Akhir abad 19th juga muncul "marginal
revolution" yang meningkatkan dasar pemahaman ekonomi mencakup konsep-konsep
seperti marginalism dan opportunity cost. Lebih lanjut, Carl Menger menyebarkan
gagasan tentang kerangka kerja ekonomi sebagai opportunity cost dari keputusan
yang dibuat pada margins of economic activity.
Akhir 19th dan awal 20th capitalism juga disebutkan segagai
era "monopoly capitalism," ditandai oleh pergerakan dari
laissez-faire phase of capitalism menjadi the concentration of capital hingga
mencapai large monopolistic atau oligopolistic holdings oleh banks and
financiers, dan dicirikan oleh pertumbuhan corporations dan pembagian labor
terpisah dari shareholders, owners, dan managers.
Perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi lebih bersifat
statistical, dan studi tentang econometrics menjadi penting. Statistik
memperlakukan price, unemployment, money supply dan variabel lainnya serta
perbandingan antar variabel-variabel ini, menjadi sentral dari penulisan
ekonomi dan menjadi bahan diskusi utama dalam lapangan ekonomi. Pada quarter
terakhir abad 19th, kemunculan dari large industrial trusts mendorong legislation
di U.S. untuk mengurangi monopolistic tendencies dari masa ini. Secara
berangsur-angsur, U.S. federal government memainkan peranan yang lebih besar
dalam menghasilkan antitrust laws dan regulation of industrial standards untuk
key industries of special public concern. Pada akhir abad 19th, economic
depressions dan boom and bust business cycles menjadi masalah yang tak
terselesaikan. Long Depression dari 1870s dan 1880s dan Great Depression dari
1930s berakibat pada nyaris keseluruhan capitalist world, dan menghasilkan
pembahasan tentang prospek jangka panjang capitalism. Selama masa 1930s,
Marxist commentators seringkali meyakinkan kemungkinan penurunan atau kegagalan
capitalism, dengan merujuk pada kemampuan Soviet Union untuk menghindari akibat
dari global depression.
Macroeconomics mulai dipisahkan dari microeconomics oleh John
Maynard Keynes pada 1920s, dan menjadi kesepakatan bersama pada 1930s oleh
Keynes dan lainnya, terutama John Hicks. Mereka mendapat ketenaran karena
gagasannya dalam mengatasi Great Depression. Keynes adalah tokoh penting dalam
gagasan pentingnya keberadaaan central banking dan campur tangan pemerintah
dalam hubungan ekonomi. Karyanya "General Theory of Employment, Interest
and Money" menyampaikan kritik terhadap ekonomi klasik dan juga
mengusulkan metode untuk management of aggregate demand. Pada masa sesudah
global depression pada 1930s, negara memainkan peranan yang penting pada
capitalistic system di hampir sebagian besar kawasan dunia. Pada 1929, sebagai
contoh, total pengeluaran U.S. government (federal, state, and local) berjumlah
kurang dari sepersepuluh dari GNP; pada 1970s mereka berjumlah mencapai
sepertiga. Peningkatan yang sama tampak pada industrialized capitalist
economies, sepreti France misalnya, telah mencapai ratios of government
expenditures dari GNP yang lebih tinggi dibandingkan United States. Sistem
economies ini seringkali disebut dengan "mixed economies."
Selama periode postwar boom, penampakan yang luasa dari new
analytical tools dalam social sciences dikembangkan untuk menjelaskan social
dan economic trends dari masa ini, mencakup konsep post-industrial society dan
welfare statism. Phase dari capitalism sejak awal masa postwar hingga 1970s
memiliki sesuatu yang kerap disebut sebagai “state capitalism”, terutama oleh
Marxian thinkers.
Banyak economists menggunakan kombinasi dari Neoclassical
microeconomics dan Keynesian macroeconomics. Kombinasi ini, yang sering disebut
sebagai Neoclassical synthesis, dominan pada pengajaran dan kebijakan publik
pada masa sesudah World War II hingga akhir 1970s. pemikiran neoclassical
mendapat bantahan dari monetarism, dibentuk pada akhir 1940s dan awal 1950s
oleh Milton Friedman yang dikaitkan dengan
University of Chicago dan juga supply-side economics.
Pada akhir abad 20th terdapat pergeseran wilayah kajian dari
yang semula berbasis price menjadi berbasis risk, keberadaan pelaku ekonomi
yang tidak sempurna dan perlakuan terhadap ekonomi seperti biological science,
lebih menyerupai norma evolutionary dibandingkan pertukaran yang abstract.
Pemahaman akan risk menjadi signifikan dipandang sebagai variasi price over
time yang ternyata lebih penting dibanding actual price. Hal ini berlaku pada
financial economics dimana risk-return tradeoffs menjadi keputusan penting yang
harus dibuat.
Masa postwar boom yang lama berakhir pada 1970s dengan adanya
economic crises experienced mengikuti 1973 oil crisis. “stagflation” dari 1970s
mendorong banyak economic commentators politicians untuk memunculkan neoliberal
policy diilhami oleh laissez-faire capitalism dan classical liberalism dari
abad 19th, terutama dalam pengaruh Friedrich Hayek dan Milton Friedman.
Terutama, monetarism, sebuah theoretical alternative dari Keynesianism yang
lebih compatible dengan laissez-faire, mendapat dukungan yang meningkat
increasing dalam capitalist world, terutama dibawah kepemimpinan Ronald Reagan
di U.S. dan Margaret Thatcher di UK pada 1980s.
Area perkembangan yang paling pesat kemudian adalah studi
tentang informasi dan keputusan. Contoh pemikiran ini seperti yang dikemukakan
oleh Joseph Stiglitz. Masalah-masalah
ketidakseimbangan informasi dan kejahatan moral dibahas disini seperti karena
memengaruhi modern economic dan menghasilkan dilema-dilema seperti executive
stock options, insurance markets, dan Third-World debt relief.
HAKIKAT ILMU EKONOMI ISLAM
Hakikat ilmu ekonomi Islam yang dirumuskan oleh Chapra
merupakan kesimpulan yang didasarkan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya.
Setelah menelaah perbedaan antara paradigma ilmu ekonomi Islam dan konvesional,
kemudian sebab-sebab kemunduran umat Islam berikut ulasan mengenai paradigma
Islam sepanjang sejarah. Maka, Chapra pada bagian ini akan memaparkan bagaimana
perbedaan-perbedaan tersebut (dengan ilmu ekonomi konvesional) dapat direfleksikan
secara ideal dalam tujuan, cara, lingkup dan metodelogi dalam ilmu ekonomi
Islam.
Tujuan dari ilmu ekonomi Islam adalah merealisasikan kesejahteraan
manusia yang mana ini merupakan realisasi dari maqasid syari’ah.
Sedangkan cara untuk mencapainya ialah dengan menjadikan manusia
sebagai tujuan (target) sekaligus alat, ditambah dengan unsur moral dan pasar
(harga) sebagai penyaring (filter) setiap usaha untuk mencapai tujuan tersebut.
Definisi dan lingkup yang dibahas sangat luas dan komprehensif meliputi moral,
sosial, budaya, politik, sejarah dan ekonomi itu sendiri. Terakhir adalah metodelogi,
Chapra menggunakan metode yang bersifat plural (empiris, positif, dan normatif)
yang dikombinasikan dalam merumuskan Ilmu Ekonomi Islam yang sangat kompleks.
Ilmu ekonomi Islam merupakan cabang ilmu pengetahuan yang
unik dikarenakan menghubungkan antara nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah)
yang seharusnya terjadi dengan realitas apa adanya. Hal tersebut menjadikan
ilmu ini sulit diterima dalam pandangan ilmiah Barat yang menganggap bahwa
suatu ilmu harus dapat menjelaskan realitas yang ada, bukan apa yang
seharusnya.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan argumentasi tentang
eksistensi ilmu ekonomi Islam dan menjelaskan ilmu tersebut secara ilmiah
dengan menguraikan definisi, tujuan, metode dan mekanisme. Eksistensi dari ilmu
ekonomi Islam dijelaskan dengan cara memaparkan dan menganalisa pendapat para
sarjana ekonomi modern dan muslim secara komparatif dengan merujuk kepada
sumber-sumber ilmu ekonomi Islam melalui pendekatan normatif.
A.
Tujuan
Dalam salah satu doanya, Rasulullah saw. memohon
perlindungan kepad aAllah dari ilmu yang tidak bermanfaat. Berdasarkan doa ini,
keberhasilan dan kegagalan suatu ilmu pengetahuan dapat dibuktikan sejauhmana
kontribusi ilmu pengetahuan tersebut terhadap realisasi kesejahteraan manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kesejahteraan manusia jelas
merupakan target utama dari maqashidusy-syari’ah (tujuan hukum Islam/syari’ah).
Menurut Chapra, sekalipun ilmu ekonomi Islam akan tetap
berkonsentrasi pada aspek alokasi dan distribusi sumber-sumber daya, seperti
halnya pada ilmu ekonomi konvensional, namun tujuan utama ekonomi Islam adalah
harus merealisasikan maqashid. Contoh dari penerapan maqashid yaitu,
kalau dalam ilmu ekonomi konvensional terdapat konsep optimum Pareto yang
selalu dikaitkan dengan tiap-tiap ekuilibrium pasar, maka perlu adanya konsep
optimum Islam, yang berarti bahwa ekuilibrium pasar yang merefleksikan
realisasi serentak tingkat optimalitas aspek efisiensi dan pemerataan
(keadilan) yang selaras dengan maqashid.
B.
Cara (mekanisme)
Chapra mengutip pendapat Al-Ghazali (w. 505/1111) bahwa
tujuan utama syari’ah adalah mendorong kesejahteraan manusia, yang
terletak dalam perlindungan terhadap agama mereka (diin), diri (nafs),
akal (‘aql), keturunan (nasl), harta benda (maal). Apa
saja yang menjamin terlindungnya lima perkara tersebut berarti melindungi
kepentingan umum dan dikehendaki (kesejahteraan).
Dalam membahas masalah maqashid, pengayaan agama,
diri, akal, keturunan, dan harta benda sebenarnya telah menjadi fokus utama
usaha semua manusia. Manusia itu sendiri menjadi tujuan sekaligus alat. Tujuan
dan alat dapam pandangan Al-Ghazali dan juga para fuqaha lainnya, saling
berhubungan satu sama lain dan berada dalam satu proses perputaran
sebab-akibat. Realisasi tujuan akan memperkuat alat dan lebih jauh akan
mengintensifkan realisasi tujuan.
1.
Filter Moral (Keimanan)
Keimanan ditempatkan pada urutan pertama, bahkan kepentingan
agama harus didahulukan daripada kepentingan dunia (as-Syatibi), karena
keimanan menyediakan pandangan dunia yang cenderung berpengaruh pada
kepribadian manusia, perilakunya, gaya hidupnya, cita rasa dan preferensinya,
dan sikapnya terhadap orang lain, sumber-sumber daya dan lingkungan. Iman juga
menyediakan filter moral yang menyuntikkan makna hidup dan tujuan dalam diri
manusia ketika menggunakan sumber-sumber daya, dan memberikan mekanisme
motivasi yang diperlukan bagi beroperasinya secara efektif. Filter moral bertujuan
menjaga kepentingan individu (self interest) dalam batas-batas
kemaslahatan sosial (social interest).
2.
Filter Harga (Pasar)
Jika klaim-klaim terhapd sumber-sumber daya ini lolos pada
filter lapis pertama (moral), filter kedua (harga) akan lebih efektif dalam
menciptakan suatu keseimbangan di pasar yang konsisten dengan tujuan-tujuan
normatif. Keadaan ini kian diperkuat jika lembaga-lembaga finansial juga
direstrukturisasi sehingga seirama dengna sistem nilai Islam dan berperan
melengkapinya.
Harta
benda ditempatkan pada urutan terakhir. Hal ini bukan berarti harta bukan hal
yang penting, namun karena harta tidak dengan sendirinya membantu mewujudkan
kesejahteraan bagi semua orang dalam suatu pola yang adil kecuali jika faktor
manusia itu sendiri telah direformasi untuk menjamin beroperasinya pasar secara
fair. Jika harta benda ditempatkan pada urutan pertama dan menjadi tujuan itu
sendiri, akan menimbulkan ketidakadilan yang kian buruk, ketidak seimbangan,
dan ekses-ekses lain yang pada gilirannya akan mengurangi kesejahteraan
mayoritas generasi sekarang maupun yang akan datang.
Arah tegas yang diberikan oleh keimanan dan komitmen moral
kepada pemenuhan semua kebutuhan ini dapat menyediakan alokasi dan distribusi
sumber-sumber daya, tidak datang dari sistem harga dan pasar sendiri, seperti
dalam sebuah lingkungan sekularis yang menjadikan pemenuhan kepentingan diri
sendiri dan maksimalisasi keinginan dan kepemilikan barang-barang materiil
sebagai tujuan utama aktivitas kemanusiaan.
C.
Definisi dan Lingkup
Chapra mengunggkapkan bahwa ilmu ekonomi Islam dapat
didefinisikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya
langka yang seirama dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu,
menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan,
atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral
masyarakat. Tujuan mendorong kesejahteraaan manusia akan membantu menyediakan suatu
arah yang tegas baik bagi pembahasan teoretis maupun resep kebijakan.
Tugas
Ilmu Ekonomi Islam
- Mempelajari perilaku actual individu dan kelompok.
- Menunjukkan jenis perilaku yang diperlukan untuk mewujudkan sasaran yang dikehendaki.
- Menjelaskan mengapa para agen ekonomi (manusia) tidak melakukan perilaku-perilaku tersebut.
- Mengajukan strategi bagi perubahan sosioekonomi dan politik, suatu strategi yang dapat membantu membawa perilaku semua pemain/agen ekonomi di semua bidang.
Misi utama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, adalah
menciptakan suatu perubahan individu dan sosial di mana tanpa perubahan semacam
ini sulit memperbaiki kondisi umat manusia. Mereka (Muslim pada masa Nabi
Muhammad saw) mencoba mewujudkannya lewat pendidikan, motivasi yang benar,
reformasi lembaga-lembaga sosioekonomi dan politik yang mempengaruhi perlikau
manusia.
Ilmu ekonomi Islam tidak mungkin berhasil melaksanakan
tugasnya jika membatasi wilayahnya pada variabel-variabel ekonomi, melainkan
semua faktor moral, sosial, ekonomi, politik dan sejarah karena ini sangat
berpengaruh pada perilaku agen ekonomi. Oleh karena itu, ilmu ekonomi akan
menajdi sebuah sains leintas disiplin (a multidisciplinary science)
dengan suatu pendekatan sosioekonomi dan dinamika politik tanpa mengesampingkan
teori dari disiplin ilmu ekonomi konvensional.
D.
Metodologi
Metode yang digunakan dalam ilmu ekonomi konvensional lebih
bersifat empiris dan rasional, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa dunia
sosial adalah suatu kenyataan yang teratur persis seperti dunia alam. Akan
tetapi adalah sebuah usaha yang sia-sia untuk mencari suatu metode tunggal bagi
penerimaan dan penolakan proposisi dalam ilmu ekonomi Islam, di mana lingkupnya
jauh lebih luas dan tujuannya lebih berat. Karena itu, pluralisme metodologi
merupakan hal yang paling cocok dan ini tampak dipilih dan diadopsi oleh para
sarjana muslim masa lalu. Maka tepat sekali Siddiqi mengindikasikan:
“Tradisi
Islam dalam ilmu ekonomi adalah kebebasan formalisme, yang menfokuskan pada
makna dan tujuan dengan suatu metodologi yang fleksibel“.
KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Sejarah Perkembangan
Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme
yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi
dari era Yunani
kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan
tentang transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang bersifat
"natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait
dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya
oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada
pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa
kekayaan unnatural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri
ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan.
Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang
dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya
ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen
di Abad Pertengahan.
Hakikat ilmu ekonomi Islam yang dirumuskan oleh Chapra
merupakan kesimpulan yang didasarkan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya.
Setelah menelaah perbedaan antara paradigma ilmu ekonomi Islam dan konvesional,
kemudian sebab-sebab kemunduran umat Islam berikut ulasan mengenai paradigma
Islam sepanjang sejarah. Maka, Chapra pada bagian ini akan memaparkan bagaimana
perbedaan-perbedaan tersebut (dengan ilmu ekonomi konvesional) dapat
direfleksikan secara ideal dalam tujuan, cara, lingkup dan metodelogi dalam
ilmu ekonomi Islam.
Tujuan dari ilmu ekonomi Islam adalah
merealisasikan kesejahteraan manusia yang mana ini merupakan realisasi dari maqasid
syari’ah. Sedangkan cara
untuk mencapainya ialah dengan menjadikan manusia sebagai tujuan (target)
sekaligus alat, ditambah dengan unsur moral dan pasar (harga) sebagai penyaring
(filter) setiap usaha untuk mencapai tujuan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar